Idealistis Mahasiswa dan Pemerintah

Oleh : Benediktus Fatubun Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Sanata Dharma Dimuat di Koran Sindo 07 April 2016  ...


Oleh : Benediktus Fatubun
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah,
FKIP, Universitas Sanata Dharma
Dimuat di Koran Sindo 07 April 2016 

Dalam salah satu pidato Proklamator RI Soekarno mengatakan bahwa ”jangan sekali-kali melupakan sejarah (jas merah)”. Bertolak dari pernyataan itu, sepatutnya para mahasiswa mampu merefleksikan diri pada era saat ini.

Maksudnya, mahasiswa sekarang harus berkaca pada mahasiswa-mahasiswi era perjuangan dan Orde Baru (1998). Mahasiswa seperti itu telah jarang kita temui era sekarang ini. Untuk lebih jelasnya, kita akan melihat perbedaan yang mencolok dari mahasiswa dan pemerintahan sekarang, beserta mahasiswa dan pemerintahan sebelum kemerdekaan dan reformasi.

Pertama, mahasiswa sebelum kemerdekaan dan pemerintahannya. Mahasiswa kedokteran Stovia Jakarta dan mahasiswa pergerakan bawah tanah yang dipimpin Syahrir sempat bersitegang dengan Soekarno. Pemerintahan saat itu masih penuh pergolakan karena baru terlepas dari penjajahan Belanda selama hampir 350 tahun. Jepang yang menaklukkan Belanda pada 1942 disambut penuh sukacita.

Hitoshi Imamura, gubernur jenderal yang memerintah saat itu, menjalin hubungan yang sangat baik dengan Bung Karno. Namun, terlepas dari kedekatan mereka berdua, yang membuat para mahasiswa marah adalah ketika Bung Karno mau bekerja sama untuk mendukung kerja paksa (romusha) oleh Jepang.

Kedua, mahasiswa pada era Orde Baru. Peristiwa 1998 menjadikan mahasiswa sebagai kunci perubahan. Ketika berbicara Orde Baru (Orba), setiap orang akan mengatakan bahwa pemerintahan militeristik, pemerintahan tangan besi, pemerintahan tirani, dan masih banyak lagi.

Semua pernyataan yang dikatakan ada benarnya dan kontekstual. Ketiga, mahasiswa pada era sekarang merupakan mahasiswa yang mulai kehilangan idealismenya. Mengapa saya katakan demikian. Mahasiswa era sekarang perlahan, tapi pasti mulai menjadi mahasiswa yang apatis. Mahasiswa sekarang selalu berkutat dengan bangku akademik sehingga melupakan esensi seorang mahasiswa.

Mahasiswa adalah rakyat. Melalui mahasiswa yang katanya cerdas inilah, suara rakyat yang termarginalkan disuarakan. Sejatinya mahasiswa merupakan agen perubahan yang akan menentukan ke mana arah dan tujuan negara ini, ke mana ingin berlayar. Mahasiswa membutuhkan pemerintah dan pemerintah membutuhkan mahasiswa sebab mereka merupakan satu kesatuan. Semoga!



Sumber : Koran Sindo Online

Related

Melestarikan Bahasa Bagongan

Oleh : Rika Anggoro Prasetiya Dimuat dalam Harian Bernas 26 Maret 2016  Bahasa merupakan alat komunikasi dalam pergaulan sehari-hari. Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaid...

Simbiosis Mutualisme

Oleh : Fileksius Gulo Dimuat di Koran Sindo 31/03/2016 Mahasiswa dan pemerintah adalah subjek yang paling vital dalam suatu negara berkembang. Subjek itu dapat bersifat penggerak, pengawal, dan...

Majukan Negara, Kobarkan Semangat Nasionalisme

Oleh: Kristoforus Bagas Romualdi Dimuat di Tribun Pontianak Online 02/02/2016 Pemuka agama mempunyai andil yang sangat besar dalam meluruskan cara berpikir umat agamanya agar tidak saling mence...

Post a Comment

emo-but-icon
:noprob:
:smile:
:shy:
:trope:
:sneered:
:happy:
:escort:
:rapt:
:love:
:heart:
:angry:
:hate:
:sad:
:sigh:
:disappointed:
:cry:
:fear:
:surprise:
:unbelieve:
:shit:
:like:
:dislike:
:clap:
:cuff:
:fist:
:ok:
:file:
:link:
:place:
:contact:

Form Update Data Alumni Semua Angkatan

ALT/TEXT GAMBAR

Facebook Page

item